Selasa, 01 Desember 2015

skizofren paranoid (kelompok 3)

BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Data WHO menunjukkan bahwa di tahun 2002 saja diketahui tidak kurang dari 154 juta penduduk dunia yang depresi, 25 juta skizofrenia, 91 juta mengalami gangguan mental akibat alcohol, 15 juta gangguan mental karena penyalahgunaan obat, 50 juta epilepsy, dan 24 juga Alzheimer dan demensia lainnya. Hal yang lebih mencengangkan lagi bahwa terdapat rata-rata 877.000 orang bunuh diri setiap tahun (Addington D et al., 2005). Onset untuk laki-laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Skizofrenia tipe paranoid terjadinya lebih awal pada laki-laki dibandingkan perempuan. Prognosis Skizofrenia Paranoid lebih baik dibandingkan tipe-tipe yang lain karena mempunyai respon yang baik dalam pengobatan. Berdasarkan laporan RISKESDAS Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007 prevalensi gangguan jiwa berat (Skizofrenia) di Indonesia adalah sebesar 4,6%. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (20,3 %) yang kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,5 %), Sumatera Barat (16,7 %), Nusa Tenggara Barat (9,9 %), Sumatera Selatan (9,2 %). Prevalensi terendah terdapat di Maluku (0,9 %) (RISKESDAS, 2007). Pada tahun 2009 di RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta jumlah penderita skizofrenia paranoid yang rawat jalan sebanyak 33% dan yang rawat jalan sebanyak 41%. Angka ini menunjukkan bahwa skizofrenia paranoid tercatat paling tinggi dibandingkan gangguan jiwa lainnya. Hal ini kemungkinan juga terjadi di Rumah Sakit Jiwa lainnya di Indonesia. Pada Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia sebesar 1,7 ‰. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Jumlah seluruh RT (Rumah Tangga) yang dianalisis adalah 294.959 terdiri dari 1.027.763 ART (Anggota Rumah Tangga) yang berasal dari semua umur. RT yang menjawab memiliki ART dengan gangguan jiwa berat adalah sebanyak 1.655 RT, terdiri dari 1.588 RT dengan 1 orang ART, 62 RT 2 memiliki 2 orang ART, 4 RT memiliki 3 ART, dan 1 RT dengan 4 orang ART yang mengalami gangguan jiwa berat. Sehingga jumlah seluruh responden dengan gangguan jiwa berat berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013 sebanyak 1.728. Prevalensi psikosis tertinggi di DI Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7‰), sedangkan yang terendah di Kalimantan Barat (0,7‰). etd.repository.ugm.ac.id/.../79459/.../S1-2015-300601-introduction.pdf 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini diantaranya: 1. Apa saja konsep-konsep yang harus diketahui mengenai gangguan Skizofrenia Paranoid baik itu definisi, etiologi, gejala-gejala, fase-fase, diagnostic dari Skizofrenia paranoid, serta pengobatan dan terapi yang tepat dilakukan oleh perawat dalam menghadapi kasus pasien dengan Skizofrenia Paranoid? 2. Bagaimana proses Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Sensori pada kelompok Skizofrenia Paranoid? 1.3. Tujuan Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya: 1. Menjelaskan konsep-konsep yang harus diketahui mengenai gangguan Skizofrenia Paranoid baik itu definisi, etiologi, gejala-gejala, fase-fase, diagnostic dari Skizofrenia paranoid, serta pengobatan dan terapi yang tepat dilakukan oleh perawat dalam menghadapi kasus pasien dengan Skizofrenia Paranoid; 2. Menjelaskan proses Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Sensori pada kelompok Skizofrenia Paranoid. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Definisi Skizofrenia adalah pola penyakit bidang psikiatri, merupakan sindroma klinis dari berbagai keadaan psikopatologis yang sangat menganggu serta melibatkan proses pikir, persepsi, emosi, gerakan dan tingkah laku (Buchanan & Carpenter, 2005). Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang sering dijumpai di negara manapun menurut DSM-IV-TR kriteria diagnostic pada skizofrenia paranoid harus ditemukan 2 gejala yaitu adanya delusi (waham) dan halusinasi. Adapun kriteria diagnostic lainnya adalah kekacauan ucapan, tingkah laku dan gejala-gejala negative namun ini tidak dominan (Katherine & Patricia, 2000). Skizofrenia adalah suatu gangguan psikotik yang dikarakteristikkan oleh gangguan dalam berpikir (kognisi), respon emosi, dan perilaku (APA, 2007). Skizofrenia Paranoid yaitu gangguan skizofrenik yang didominasioleh waham paranoi(paranoid delusions) yang relative stabil, biasanya disertai dengan halusinasi(hallucinations), terutama berbagai variasi halusinasi dengar dan gangguan persepsi lainnya. Gangguan efek, minat, pembicaraan, dan gejala katatonik tidak ada atau relative tidak jelas. (leksikon istilah kesehatan jiwa dan psikiatrik edisi 2 EGC) Skizofrenia paranoid adalah salah satu jenis skizofrenia dimana pasien memiliki waham (keyakinan palsu) bahwa ada seseorang atau sekelompok individu berupaya menyeran mereka atau anggota keluarga mereka. (Diana.2010) Diana.2010. Gejala skizofrenia paranoid .medicalera. http://medicalera.com/3/10240/gejala-skizofrenia-paranoid 2.2. Etiologi A. Organobiologik Hingga sekarang banyak teori yang dikembangkan untuk mengetahui penyebab skizofrenia, antara lain: factor genetik, virus, auto-antibodi, melnutrisi (kekurangan gizi). Kesimpulannya adalah bahwa gejala skizofrenia baru muncul bila terjadi interaksi antara gen abnormal dengan (Hawari, 2006): 1. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin. 2. Menurunnya auto-immune yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan. 3. Berbagai macam komplikasi kandungan. 4. Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trimester pertama kehamilan. B. Psikodinamik Mekanisme terjadinya skizofrenia pada diri seseorang dari sudut psikodinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori yaitu: 1. Teori Homeostatik-Deskriptif Dalam teori ini diuraikan gambaran gejala-gejala (deskripsi) dari suatu gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan (balance) atau homeostatic pada diri seseorang, sebelum dan sesudah terjadinya gangguan jiwa tersebut (Hawari, 2006). 2. Teori Fasilitatif-Etiologik Dalam teori ini diuraikan factor-faktor yang memudahkan (fasilitasi) penyebab (etiologi) suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan penyakitnya dan penjelasan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan (Hawari, 2006). Selanjutnya menurut teori Freud suatu gangguan jiwa muncul akibat terjadinya konflik internal pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptasi dengan dunia luar. Sebagaimana diketahui bahwa pada setiap diri terdapat tiga unsur psikologik yang dinamakan dengan istilah Id, Ego dan Super-Ego (Hawari, 2006). Menurut teori Freud ini Id adalah bagian dari jiwa seseorang berupa dorongan atau nafsu yang sudah ada sejak menusia dilahirkan yang memerlukan pemenuhan dan pemuasan segera. Misalnya dorongan atau nafsu makan, minum, seksual, agresivitas dan sejenisnya. Unsur Super-Ego sifatnya sebagai badan penyensor yang memiliki nilai-nilai moral etika yang membedakan mana yang boleh mana yang tidak, mana yang baik mana yang buruk, mana yang halal mana yang haram dan sejenisnya, atau dengan kata lain merupakan hati nurani manusia. Sedangkan unsur Ego merupakan badan pelaksana yanag menjalankan kebutuhan Id setelah disensor dahulu oleh Super-Ego (Hawari, 2006). C. Psikoreligius Dari sudut pandang agama Islam teori Freud tersebut sebenarnya sudah ada hanya peristilahannya yang berbeda. Dalam Islam Id dikenal dengan istilah nafsu yang berfungsi sebagai dorongan atau daya tarik. Untuk melaksanakan kebutuhan nafsu, manusia dibekali dengan iman yang berfungsi sebagai self-control. Dengan adanya iman ini manusia dapat membedakan mana yang baik mana yang buruk dan mana yang halal mana yang haram. Dalam teori Freud isitilah iman sama dengan Super-Ego. Manusia melaksanakan kebutuhan nafsu tadi dalam bentuk perbuatan, perilaku atau amal yang kesemuanya itu disebut sebagai akhlak. Akhlak seseorang akan menjadi baik atau buruk tergantung dari hasil Tarik-menarik antara nafsu dan iman. Dalam konsep Freud akhlak ini disebut Ego(Hawari, 2006). D. Psikososial Situasi atau kondisi yang tidak kondusif pada diri seseorang dapat merupakan stressor psikososial. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi stressor (tekanan mental) yang timbul. Kegagalan dari adaptasi ini yang menyebabkan timbulnya berbagai jenis gangguan jiwa yang salah satunya adalah skizofrenia (Hawari, 2006) Pada umumnya jenis stressor psikososial yang dimaksud meliputi permasalahan rumah tangga, problem orang tua, hubungan interpersonal, pekerjaan, kondisi lingkungan, masalah ekonomi, keterlibatan masalah hokum, adanya penyakit fisik yang kronis. Secara sederhana dapat disiumpulkan bahwa seseorang dapat mengalami konflik kejiwaan yang bersumber dari konflik internal dan konflik eksternal. Tidak semua orang mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya sehingga orang tersebut jatuh dalam keadaan frustasi yang mendalam. Sebagai kelanjutannya yang bersangkutan menarik diri (withdrawn), melamun (day dreaming), hidup dalam dunianya sendiri yang lama-kelamaan timbullah gejal-gejala berupa kelainan jiwa misalnya halusinasi, waham dan lain sebagainya. Yang bersangkutan tidak lagi mampu menilai realitas dan pemahaman diri (insight) buruk, yang merupakan perjalanan awal skizofrenia (Hawari, 2006). 2.3. Gejala-gejala Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu gejala positif dan gejala negatif (Kaplan & Sadock, 1994). A. Gejala Positif Gejala positif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah sebagai berikut: 1. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional yang tidak sejalan dengan intelegensia pasien dan latar belakang budaya. Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. 2. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada. Misalnya penderita mendengar suara-suara/bisikan-bisikan ditelinganya padahal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu. 3. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicarannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya. 4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan. B. Gejala Negatif Gejala-gejala negative yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah sebagai berikut: 1. Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi. 2. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming). 3. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam. 4. Pola pikir stereotip. Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia paranoid adalah sebagai berikut: A. Waham (delusion) yang menonjol misalnya waham kejar, waham kebesaran dan lain sebagainya. B. Halusinasi yang menonjol misalnya halusinasi auditorik, halusinasi visual dan lain sebagainya. C. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol. 2.4. Fase-fase Skizofrenia dapat dilihat sebagai suatu gangguan yang berkembang melalui fase-fase (Lehman A.F et al., 2004): A. Fase Premorbid Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normatif. B. Fase Prodormal Adanya perubahan dari fungsipada fase premorbid menuju saat muncul gejala psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam beberapa minggu atau bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata antara 2 sampai 5 tahun. Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi-fungsi yang mendasar (pekerjaan social dan rekreasi) dan muncul gejala nonspesifik, missal gangguan tidur, ansietas, iritabilitas, mood depresi, konsentrasi berkurang, mudah lelah, dan adanya deficit perilaku misalnya kemunduran fungsi peran dan penarikan sosial. Gejala positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal dan berarti sudah mendekati mulai menjadi psikosis. C. Fase Psikotik Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki fase stabilisasi dan kemudian fase stabil. 1. Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya dijumpai adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan pikiran yang kacau. Gejala negatif sering menjadi lebih parah dan individu biasanya tidak mampu untuk mengurus dirinya sendiri secara pantas. 2. Fase stabilisasi berlangsung selama 6-18 bulan, setelah dilakukan acute treatment. 3. Pada fase stabil terlihat gejala negatif dan residual dari gejala positif. Dimana gejala positif bisa masih ada, dan biasanya sudah kurang parah dibandingkan pada fase akut. Pada beberapa individu bisa dijumpai asimtomatis, sedangkan individu lain mengalami gejala nonpsikotik misalnya, merasa tegang (tension), ansietas, depresi, atau insomnia. 2.5. Diagnostik Skizofrenia Paranoid Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ-111) (Maslim, 2003): A. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. B. Sebagai tambahan berupa: 1. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol: a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing). b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas. 2. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol. 2.6. Pengobatan dan Terapi Gangguan skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan waktu relative lama berbulan-bulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan (relaps). Terapi pada skizofrenia bersifat komprehensif yaitu meliputi terapi psikofarmaka, psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikoreligius (Hawari, 2006). A. Terapi Psikofarmaka Skizofrenia diobati dengan obat antipsikotik yang tipikal dan atipikal. Obat yang golongan tipikal meliputi: Klorpromazin, Flufenazin, Trioridazin, Haloperidol dan lain-lain, sedangkan obat golongan atipikal meliputi: Klozapin, Olanzapin, Risperidon, Quetapin, Aripiprazol dan lain-lain (Herz & Marder, 2002). Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini pilihan beralih ke antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih superior dalam menanggulangi gejala negative dan kemunduran kognitif (Addington D et al., 2005). Adanya perbedaan efek samping yang nyata antara antipsikotik atipikal dan antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal: 1. Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis. 2. Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping metabolic, misalnya pertambahan berat badan, diabetes mellitus, atau sindroma metabolic (Addington D et al., 2005). Penanggulangan memakai antipsikotik diusahakan sesegera mungkin, bila memungkinkan secara klinik, karena eksaserbasi psikotik akut melibatkan distress emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri, orang lain, dan merusak sekitar (Lehman A.F et al., 2004). Individu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kondisi fisik, vital signs, dan pemeriksaan laboratorium dasar, sebelum memperoleh antipsikotik (Addington D et al., 2005). B. Psikoterapi Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarma sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka (Hawari, 2006). Psikoterapi ini banyak macamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum sakit (premorbid), sebagai contoh misalnya: psikoterapi suportif, psikoterapi Re-edukatif, psikoterapi Re-konstruktif, psikoterapi kognitif, psikoterapi psikodinamik, psikoterapi perilaku, psikoterapi keluarga. Secara umum tujuan dari psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian, mematangkan kepribadian (maturing personality), memperkuat ego (ego strength), meningkatkan citra diri (self esteem), memulihkan kepercayaan diri (self confidence), yang kesemuanya untuk mencapai kehidupan yang berarti dan bermanfaat (meaningfulness of life) (Hawari, 2006). C. Terapi Psikososial Salah satu dampak dari gangguan jiwa skizofrenia adalah terganggunya fungsi social penderita (impairment). Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan social sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap menjalani terapi psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani psikoterapi. Kepada penderita skizofrenia diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul (silaturahmi/sosialisasi) (Hawari, 2006). 1. Terapi yang Berorientasi Keluarga Terapi yang berorientasi keluarga sangat berguna dalam pengobatab skizofrenia, seringkali pasien dipulangkan dalam keadaan remisi parsial. Ahli terapi harus membantu keluarga dan penderita mengerti skizofrenia, episode psikosis dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan episode tersebut. Penderita memerlukan perhatian dan empari dari keluarga, itu sebabnya keluarga perlu menghindari sikap Expressed Emotion(EE) atau reaksi berlebihan terhadap penderita. 2. Terapi kelompok Terapi kelompok bagi skizofrenia dipusatkan pada rencana, masalah dan hubungannya dengan kehidupan nyata dan sangat efektif dalam menurunkan isolasi social, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi penderita skizofrenia. Terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu beradaptasi kembali dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mandiri dan tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga. Sebaiknya penderita selama menjalani terapi psikososial masih tetap mengkonsumsi psikofarmaka dan diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun dan harus melakukan kesibukan. D. Terapi psikoreligius Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita skizofrenia ternyata menpunyai manfaat. Larson, dkk (1982) dalam penelitiannya membandingkan keberhasilan terapi terhadap dua kelompok penderita. Dari kelompok yang mendapat terapi keagamaan menpunyai respon gejala klinis gangguan jiwa skizofrenia lebih cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya (impairment) lebih cepat teratasi, kemampuan adaptasi lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat terapi keagamaan (Hawari, 2006). Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian diatas adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sholat, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagiannya. Pemahaman dan penafsiran yang salah terhadap agama dapat mencetuskan terjadinya gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat diamati dengan adanya gejala-gejala waham (delusi) keagamaan atau jalan pikiran yang patologis dengan pola sentral keagamaan (Hawari, 2006). Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral keagamaan tadi dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali ke jalan yang benar. BAB 3 PEMBAHASAN 3.1. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Sensori A. Pengertian TAK stimulasi sensori adalah TAK yang diadakan dengan memberikan stimulus tertentu kepada klien sehingga terjadi perubahan perilaku. B. Bentuk Stimulus (Keliat, 2005) 1. Stimulus suara : Musik. 2. Stimulus visual : Gambar. 3. Stimulus gabungan visual dan suara : Melihat televisi, Video. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah dilakukan terapi dalam beberapa jangka waktu diharapkan klien bisa merubah perilakunya dari yang maladaptif menjadi adaptif. 2. Tujuan Khusus TAK Stimulasi sensori bertujuan agar klien mengalami : a) Peningkatan kepekaan terhadap stimulus. b) Peningkatan kemampuan merasakan keindahan. c) Peningkatan apresiasi terhadap lingkungan. D. Jenis TAK 1. TAK stimulasi suara. 2. TAK stimulasi gambar. 3. TAK stimulasi suara dan gambar. 3.2. Tahapan A. TAK Stimulasi Sensori SuaraMendengar Musik 1. Latar Belakang Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang sering dijumpai di negara manapun menurut DSM-IV-TR kriteria diagnostic pada skizofrenia paranoid harus ditemukan 2 gejala yaitu adanya delusi (waham) dan halusinasi. Adapun kriteria diagnostic lainnya adalah kekacauan ucapan, tingkah laku dan gejala-gejala negative namun ini tidak dominan (Katherine & Patricia, 2000). Dampak dari Skizofrenia Paranoid yaitu dapat mengakibatkan isolasi sosial ; menarik diri, gangguan persepsi sensori : halusinasi, risik o mencederai, defisit perawatan diri. 2. Tujuan a. Tujuan Umum Setelah dilakukan terapi dalam beberapa jangka waktu diharapkan klien bisa merubah perilakunya dari yang maladaptif menjadi adaptif. b. Tujuan Khusus 1) Klien mampu mengenali musik yang didengar; 2) Klien mampu menikmati musik sampai selesai; 3) Klien mempu menceritakan perasaan setelah mendengarkan music. 3. Terapist a. Leader b. Co Leader c. Fasilitator d. Notulen e. Teknisi 4. Setting Peserta duduk melingkar. 5. Alat a. Tape recorder b. Music relegi (shalawat nabi) dilakukan bersama kelompok 6. Metode a. Diskusi b. Sharing Persepsi 7. Langkah-langkah Kegiatan a. Persiapan 1) Membuat kontrak dengan klien yang sesuai indikasi : klien menarik diri, harga diri rendah. 2) Mempersiapkan alat dan tempat. b. Orientasi 1) Salam teraupeutik : Terapis mengucapkan salam. 2) Evaluasi / validasi : Terapis menanyakan perasaan klien hari ini. 3) Kontrak : a) Terapis menjelaskan tujuan kagiatan. b) Terapis menjelaskan aturan main yaitu : (1) Klien harus mengikuti kegiatan dari awal sampai dengan akhir. (2) Bila ingin keluar dari kelompok, klien harus meminta izin kepada terapis. (3) Lama kegiatan 60 menit. c. Kerja 1) Perawat memperkenalkan diri kepada klien yang akan melakukan terapis 2) Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri (nama dan nama panggilan, serta asal), dimulai dari terapis secara beruntun searah jarum jam. 3) Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri, terapis mengajak klien untuk bertepuk tangan. 4) Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu, klien boleh berjoget sesuia irama lagu. Setelah selesai lagu tersebut peserta akan menceritakan isi cerita dari lagu tersebut dan perasaan klien setelah mendengar lagu. 5) Terapis memutar lagu, klien mendengar, boleh juga berjoget. 6) Secara bergantian, klien menceritakan isi lagu dan perasaannya secara bergiliran, sesuai arah jarum jam, sampai semua peserta mendapat giliran. 7) Terapis memberikan pujian setiap klien selesai menceritakan perasaannya. d. Terminasi 1) Evaluasi a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. b) Terapis memberikan pujian atas pencapaian kelompok. 2) Tindak lanjut: Terapis menganjurkan klien untuk mendengarkan musik-musik yang baik dan bermakna dalam kehidupan. 3) Kontrak yang akan datang a) Terapis menyepakati kegiatan TAK berikutnya. b) Terapis menyepakati waktu dan tempat TAK. 8. Evaluasi dan Dokumentasi No Aspek Yang Dinilai Nama Peserta TAK 1 Mengikuti kegiatan sampai akhir 2 Menjelaskan makna lagu 3 Menjelaskan perasaan setelah mendengar lagu Petunjuk : Dilakukan = 1 Tidak dilakukan = 0 B. TAK Stimulasi Sensori Menggambar 1. Latar Belakang Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang sering dijumpai di negara manapun menurut DSM-IV-TR kriteria diagnostic pada skizofrenia paranoid harus ditemukan 2 gejala yaitu adanya delusi (waham) dan halusinasi. Adapun kriteria diagnostic lainnya adalah kekacauan ucapan, tingkah laku dan gejala-gejala negative namun ini tidak dominan (Katherine & Patricia, 2000). Dampak dari Skizofrenia Paranoid yaitu dapat mengakibatkan isolasi sosial ; menarik diri, gangguan persepsi sensori : halusinasi, risiko mencederai, defisit perawatan diri. 2. Tujuan a. Tujuan Umum Setelah dilakukan terapi dalam beberapa jangka waktu diharapkan klien bisa merubah perilakunya dari yang maladaptif menjadi adaptif. b. Tujuan Khusus 1) Klien dapat mengekspresikan perasaan melalaui gambar. 2) Klien dapat memberi makna gambar. 3. Terapist a. Leader b. Co Leader c. Fasilitator d. Notulen e. Teknisi 4. Setting a. Klien duduk melingkar. b. Tempat tenang dan nyaman. 5. Alat a. Kertas HVS b. Pensil 2B 6. Metode a. Dinamika kelompok b. Diskusi 7. Langkah-langkah Kegiatan a. Persiapan 1) Membuat kontrak dengan klien. 2) Mempersiapkan alat dan tempat. b. Orientasi 1) Salam teraupeutik : Terapis mengucapkan salam. 2) Evaluasi / validasi : Terapis menanyakan perasaan klien hari ini. 3) Kontrak : a) Terapis menjelaskan tujuan TAK. b) Terapis menjelaskan aturan main yaitu : (1) Klien harus mengikuti TAK dari awal sampai dengan akhir. (2) Bila ingin keluar dari kelompok, klien harus meminta izin kepada terapi. (3) Lama kegiatan 60 menit. c. Kerja 1) Perawat/terapis memperkenalkan diri kepada klien yang akan melakukan terapi 2) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu menggambar dan cerita hasil gambar kepada klien lain. 3) Terapis membagikan kertas dan pensil, satu pasang untuk setiap klien. 4) Terapis meminta klien menggambar apa saja sesuai dengan perasaan hatinya. 5) Sementara klien mulai menggambar, terapis berkeliling dan memberi penguatan kepada klien untuk meneruskan menggambar, jangan mencela klien. 6) Setelah selesai semua menggambar, terapis meminta masing-masing klien untuk menceritakan gambar yang telah dibuatnya. Yang harus di ceritakan adalah gambar apa dan apa makna gambar tersebut menurut klien. 7) Kegiatan dilakukan sampai semua klien mendapat giliran. 8) Setiap kali klien selesai meneritakan gambarnya, terapis mengajak klien lain bertepuk tangan. d. Terminasi 1) Evaluasi a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. b) Terapis memberikan pujian atas pencapaian kelompok. 2) Tindak lanjut : Terapis menganjurkan klien untuk mengekspresikan perasan melalui gambar. 3) Kontrak yang akan datang a) Terapis menyepakati kegiatan TAK berikutnya. b) Terapis menyepakati waktu dan tempat TAK. 8. Evaluasi dan Dokumentasi No Aspek Yang Dinilai Nama Peserta TAK 1 Mengikuti kegitan sampai akhir 2 Menggambar sampai selasai 3 Menceritakan jenis gambar 4 Menceritakan makna gambar Petunjuk : Dilakukan = 1 Tidak dilakukan = 0 C. TAK Stimulasi Sensori Menonton TV/Video 1. Latar Belakang Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang sering dijumpai di negara manapun menurut DSM-IV-TR kriteria diagnostic pada skizofrenia paranoid harus ditemukan 2 gejala yaitu adanya delusi (waham) dan halusinasi. Adapun kriteria diagnostic lainnya adalah kekacauan ucapan, tingkah laku dan gejala-gejala negative namun ini tidak dominan (Katherine & Patricia, 2000). Dampak dari Skizofrenia Paranoid yaitu dapat mengakibatkan isolasi sosial ; menarik diri, gangguan persepsi sensori : halusinasi, risiko mencederai, defisit perawatan diri. 2. Tujuan a. Tujuan Umum Setelah dilakukan terapi dalam beberapa jangka waktu diharapkan klien bisa merubah perilakunya dari yang maladaptif menjadi adaptif. b. Tujuan Khusus 1) Klien dapat menikmati menonton TV/video yang bermakna positif untuk klien. 2) Klien menceritakan makna acara yang ditonton. 3. Terapist a. Leader b. Co Leader c. Fasilitator d. Notulen e. Teknisi 4. Setting a. Klien duduk membentuk setengah lingkaran di depan TV. b. Ruangan aman dan tenang. 5. Alat a. Video b. Televisi c. VCD 6. Metode Diskusi 7. Langkah-langkah Kegiatan a. Persiapan 1) Membuat kontrak dengan klien. 2) Mempersiapkan alat dan tempat. b. Orientasi 1) Salam teraupeutik : Terapis mengucapkan salam. 2) Evaluasi / validasi : Terapis menanyakan perasaan klien hari ini. 3) Kontrak : a) Terapis menjelaskan tujuan TAK. b) Terapis menjelaskan aturan main yaitu : (1) Klien harus mengikuti TAK dari awal sampai dengan akhir. (2) Bila ingin keluar dari kelompok, klien harus meminta izin kepada terapis. (3) Lama kegiatan 60 menit. c. Kerja 1) Perawat/terapis memperkenalkan diri kepada klien yang akan melakukan terapi 2) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu menonton TV/video dan menceritakan makna yang telah di tonton. 3) Terapis memutar TV/video yang telah dipersipkan. 4) Setelah selesai menonton, masing-masing klien diberi kesempatan menceritakan isi tontonan dan maknanya untuk kehidupan klien beruntun searah jarum jam, dimulai dari klien yang ada disebelah kiri terapis. 5) Setiap selesai klien menceritakan persepsinya, terapis mengajak klien lain bertepuk tangan dan memberi pujian, sampai semua klien mendapatkan giliran. d. Terminasi 1) Evaluasi a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. b) Terapis memberikan pujian atas pencapaian kelompok. 2) Tindak lanjut : Terapis menganjurkan klien untuk menonton acara. 3) Kontrak yang akan datang. a) Terapis menyepakati kegiatan TAK berikutnya. b) Terapis menyepakati waktu dan tempat TAK. 8. Evaluasi dan Dokumentasi No Aspek Yang Dinilai Nama Peserta TAK 1 Mengikuti kegitan sampai akhir 2 Menceritakan cerita dalam TV/video 3 Menceritakan makna cerita 4 Menjelaskan perubahan perilaku sesui dengan tontonan Petunjuk : Dilakukan = 1 Tidak dilakukan = 0 BAB 4 PENUTUP 4.1. Kesimpulan Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang sering dijumpai di negara manapun menurut DSM-IV-TR kriteria diagnostic pada skizofrenia paranoid harus ditemukan 2 gejala yaitu adanya delusi (waham) dan halusinasi. Adapun kriteria diagnostic lainnya adalah kekacauan ucapan, tingkah laku dan gejala-gejala negative namun ini tidak dominan. Penderita dengan skizofrenia paranoid harus segera dilakukan penanganan yang tepat berupa terapi psikofarmaka, psikoterapi, psikososial, dan psikoreligius. Salah satu terapi aktivitas juga sangatlah berperan penting seperti halnya yang dijelaskan dalam bab pembahasan yakni Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Sensori. 4.2. Saran Sebaiknya penerapan pengobatan dan terapi pada pasien skizofrenia paranoid harus lebih diperhatikan lagi khususnya bagi tenaga kesehatan seperti perawat. Karena perawat adalah profesi yang paling dekat dengan pasien dan diharapkan harus memiliki kemampuan dan kompetensi dalam melakukan praktek terhadap pasien skizofrenia paranoid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar