Selasa, 01 Desember 2015
sensori persepsi kelainan pada mata
TUGAS SENSORI PERSEPSI
“KELAINAN PENGLIHATAN DAN TELINGA “
LARAS AYU NINGTIAS
I1031131062
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
1. Proses Terjadinya Kelainan Pada Mata
a. Hipermetropi
Hipermetropi adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang berasal dari tak berhingga memasuki mata difokuskan dibelakang retina. Dikatakan juga mata kekurangan kekuatan 1+; plus . Hal ini dapat disebabkan oleh axial length mata lebih pendek dari normal, sehingga mata tidak cukup mempunyai kekuatan plus untuk memfokuskan bayangan di retina.(1)
Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang makula retina. Pada hipermetropi sinar sejajar difokuskan dibelakang macula lutea. ( Ilyas, 2012)
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang retina.
Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan lensa yang lebih lemah, dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar sejajar yang datang dari objek terletak jauh tak terhingga di biaskan di belakang retina.
Hipermetropi dapat disebabkan:
a. Hipermetropi sumbu atau hipermetropi aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
b. Hipermetropi kurvatur dimana lengkungan kornea atau lensa kurang sehingga banyangan difokuskan dibelakang retina
c. Hipermetropi rekaktif dimana terdapat indeks bias yang kurang pada system optic mata.
Hipermetropi dikenal dalam bentuk :
- Hipermetropi manifest yaitu hipermetropi yang dapat dikoreksidengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropi manifest didapatkan Tanpa skiloplegik dan hipermetropi yang dapat dilihat dengan kacamata maksimal.
- Hipermetropi absolute kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.
- Hipermetropi fakutatif , dimana kelainan hipermetropi dapatdiimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropi fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata posotif
- Hipermetropi laten , kelainan tanpa sikplegia diimbangi seluruh dengan akomodasi . dapat diukur bila diberikan siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipernetropi laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga akan menjadi hipermetropi absolute.
- Hipermetropi total , hipermetropi yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia.
Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopiis akibat mata tanpa akomodasi tidak [ernah meliht obyek dengan baik daan jelas. Bila terjadi ammbliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir kea rah temporal.
Pengobatan hipermetropi adalah diberikan koreksi hipermetropi manifest dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang emberikan tajaman penglihatan normal.
Secara klinis, hipermetropia terbagi dalam 3 kategori (AOA, 2008)
a. Simple hyperopia, karena variasi normal biologis, bisa disebabkan oleh panjang sumbu aksial mata ataupun karena refraksi.
b. Pathological hyperopia, disebabkan anatomi mata yang abnormal karena gagal kembang, penyakit mata, atau karena trauma.
c. Functional hyperopia adalah akibat dari paralisis akomodasi.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer, dengan miopik kresen pada papil saraf optik (Ilyas,2012).
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal (Ilyas,2012).
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat bahkan terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur (rabun jauh). Seseorang dengan miopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) (Ilyas, 2012). Pasien miopia jarang merasakan sakit kepala. Kadang-kadang terlihat bakat untuk menjadi juling (Ilyas, 2012). Hal ini dikarenakan pasien miopia mempunyi pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau keadaan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila Bila terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir ke arah temporal (Ilyas, 2012).
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan (Ilyas, 2012).
Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas adalah mata lelah, sakit kepala, dan penglihatan kabur bila melihat dekat kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia (Ilyas, 2012).
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen, yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, yang terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid
Patofisiologi hipermetropi
b. Miopi
Pada myopia panjang bol mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa bentuk myopia seperti:
- Myopia Retraktif , bertambah nya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen diamna lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan myopia bias atau myopia indeks, myopia yang tterjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
- Myopia aksial , myopia akibat panjangnya sumbu bola mata dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
Menurut perjalanan nya miopi dikenal dengan :
- Miopi stasioner , miopi yang menetap setelah dewasa
- Miopi progresif , miopi yang beertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjang bola mata (Ilyas, 2012)
Miopia timbul akibat gangguan pada regulasi pertumbuhan mata. Gangguan regulasi dapat bersifat herediter, yang biasanya mengakibatkan miopia onset muda (usia kurang dari 20 tahun), atau merupakan pengaruh lingkungan, yang biasanya mengakibatkan miopia onset dewasa (usia 20 tahun ke atas). Lingkungan yang mempengaruhi regulasi pertumbuhan mata antara lain adalah nearwork kerja jarak dekat (Fredrick DR, 2002).
Beberapa penelitian telah melaporkan prevalensi miopia yang tinggi di kalangan pekerja dengan jenis pekerjaan jarak dekat antara lain penelitian oleh (Simensen et al,1994) dan( McBrien et al.1997)
Prevalensi miopia yang ditemukan pada penelitian ini (12,6%) berbeda dengan prevalensi miopia pada kerja jarak dekat yang lain. Pada kerja jarak dekat membaca di kalangan mahasiswa, prevalensi miopia ditemukan sebesar 66%, pada pekerja dengan mikroskop prevalensi miopia ditemukan sebesar 33% sedangkan pada operator komputer prevalensi miopia sebesar 79%.
Menurut analisis bivariat, kerja jarak dekat (jarak merupakan faktor risiko miopia pada penjahit sepatu. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari US National Academy of Sciences yang menyatakan bahwa mengerjakan kerja jarak dekat menempatkan seseorang pada risiko myopia(Goss DA,.2000)
Didapatkan prevalensi miopia 12,6%. Sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang mengenai higiene visual. Kerja jarak dekat berhubungan dengan miopia, sedangkan faktor-faktor lain (usia, lama pendidikan, masa kerja, aktivitas jarak dekat lain, dan iluminasi) tidak berhubungan bermakna dengan miopia.(NurKasih indah , et al. 2004)
c. Astigmatis
Astigmatisme adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik .Umumnya setiap orang memiliki astigmatisme ringan (Ilyas,2012) Astigmatisme merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmatisme mata tersebut. Astigmatisme biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir. Astigmatisme biasanya berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup (Ilyas, 2012).
Pada usia pertengahan, kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga astigmatisme menjadi astigmatism against the rule (astigmatisme tidak lazim)
Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar korneatidak teratur. Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% sd 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainya adalah lensa kristalin. Kesalahan pemiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau peanjangan diameter anterior posterior bola mata.
Astigmatisme juga dapat terjadi akibat jaringan parut pada kornea atau setelah pembedahan mata. Jahitan yang terlalu kuat pada bedah mata dapat mengakibatkan perubahan pada permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan dan pengenduran jahitan pada kornea maka dapat terjadi astigmatisme akibat terjadi perubahan kelengkungan kornea.
Ada beberapa bentuk Astigmatisme :
- Astigmatisme regular adalah suatu keadaan refraksi dimana terdapat dua kekuatan pembiasan yang saling tegak lurus pada sistem pembiasan mata. Hal ini diakibatkan kornea yang mempunyai daya bias berbeda-beda pada berbagai meridian permukannya. Astigmatisme ini memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisme regular dengan bentuk teratur dapat berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran.
- Astigmatisme iregular yaitu astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling tegak lurus. Astigmatisme ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi iregular. Astigmatisme iregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi, atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.
- Astigmatisme lazim (astigmat with the rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular dimana koreksi dengan silinder negatif dengan sumbu horizontal (45-90 derajat). Keadaan ini lazim didapatkan pada anak atau orang muda akibat perkembangan normal dari serabut-serabut kornea.
d. Presbiopi
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan merupakan penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi atau mata tua yang disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak dapat memfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak bisa melihat yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.(4)
Presbiopia yaitu hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang. Seseorang dengan mata emetropik (tanpa kesalahan refraksi) akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya yang temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau apabila subyek lelah. Banyak orang mengeluh mengantuk apabila membaca. Gejala-gejala ini meningkat sampai usia 55 tahun, kemudian stabil tetapi menetap (Ilyas, 2012). Presbiopia terjadi akibat lensa makin keras sehingga elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran zonula Zinn yang sempurna. Pada keadaan ini maka diperlukan kacamata bifokus, yaitu kacamata untuk melihat jauh dan dekat Pada mata normal, maka pada saat melihat jauh mata tidak melakukan akomodasi. Pada waktu melihat dekat maka mata akan mengumpulkan sinar ke daerah retina dengan melakukan akomodasi. (Ilyas, 2012).
2. Sebutkan dan jelaskan proses terjadinya kelainan pada Mata
a. Tuli Konduktif
Tuli konduktif adalah kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga. Kelainan telinga luar yang menyebabkan tuli kondusif adalah otalgia, atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, otitis eksterna maligna, dan osteoma liang teliga. Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli kondusif ialah sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanisklerosia, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran. (Indro Soetirto: 2003) Saat terjadi trauma akan menimbulkan suatu peradangan bias saja menimbulkan luka, nyeri kemudian terjadi penumpukan serumen atau otorrhea. Penumpukan serumen yang terjadi dapat mengakibatkan transmisi bunyi atau suara yang terganggu sehingga penderita tidak dapat mempersepsikan bunyi atau suara yang di dengarnya.
Disebabkan oleh kondisi patologis pada kanal telinga ekstrna, membrane timpani atau telinga tengah. Gangguan pendengaran konduktif tidak melebihi 60dB karena hantaran menuju ke koklea melalui tulang hantaran bila intensitasnya tinggi. Penybab tersering gangguan pendengaran jenis ini pada anak yg otitis media dn disffungi tub eustachius yang disebabkan leh otitis edia sekretori. Kedua kelainan tersebut jarang menyebabkan kelainan gangguan pendengaran melebihi 40 dB. Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis (N.VIII). Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya.
2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan perubahan posisi kepala.
3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).
4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.
5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.
Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai tulang pendengaran. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach memanjang.(11)
b. Tuli Sensorineural
Disebabkan oleh kerusakan atau malfungsi koklea, saraf pendengaran dan batang otak sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana mestinya. Bila kerusakan terbatas pada sel rambut di koklea maka sel ganglion dapat bertahan atau mengalami degenerasi transneural. Bila sel ganglion rusak, maka nervur VIII akan mengalami degenerasi Wallrerian. Penyebabnya anatara lain adalah: kelainan bawaan, genetic, penyakit/kelainan pada saat anak dalam kandungan, proses kelahiran, inveksi virus, pemakaian obat yang merusak koklea(kina, antibiotika seperti golongan makrolid), radanng selaput otak, kadar bilirubin yang tinggi. Penyebab utama ganguan pendengaran ini disebabkan genetic atau infeksi, sedangkan penyebab yang lain lebih jarang (Susanto. 2010) (10)
Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obatobat ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya. Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar katakata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan). Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang(11)
c. Tuli campuran
Bila ganguan pendengaran atau tuli konduktif dan sensorineural terjadi bersamaan.(Susanto.2010) (10)
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam. Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach memendek(11)
- Faktor Penyebab
Secara garis besar factor penyebab terjadinya ganguan pendengaran dapat berasal dari genetik maupun didapat
1. Factor Genetik
Ganguan pendengaran karena factor genetic pada umumnya berupa gangguan pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungkin bersifat statis maupun progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X (contoh: Hunter’s syndrome, Alport syndrome, norrie’s disease) kelainan mitokondria (contoh: Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada satu atau beberapa organ telinga (contoh: stenosis atau atresia kanal telinga eksternal seing dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai osikuler yang menimbulkan tuli konduktif).
- Factor yang didapat
1. Infeksi
2. Neonatal hiperbilirubinemia
3. Masalah perinatal
4. Obat ototoksik
5. Trauma
6. Neoplasma
(Susanto.2010)
DAFTAR PUSTAKA
1. http://repository.unand.ac.id /1267/1/Penatalaksanaan_Hipermetrop.pdf
diakses 11september 2015 pukul 14.15
2. Ilyas S, Sri rahayu. 2012. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke empat. FKUI. JAKARTA
3. https://www.scribd.com/doc/156901411/PRESBIOPI
diakses 11 sep 2015 pukul 22.00
4. Fredrick DR. Myopia clinical review. Br Med J. 2002;324:1195- 9
Diakses 12 September 2015 pukul 10.57
5. McBrien NA, Adams DW. A longitudinal investigation of adult- 112 onset and adult-progression of myopia in an occupational group: refractive and biometric findings. Invest Ophthalmol Vis Sci. 1997;38:321-33. 3.
Diakses 12 September 2015 pukul 10.57
6. Simensen B, Thorud L. Adult-onset myopia and occupation. Acta Ophtalmologica. 1994;72:469-71
Diakses 12 September 2015 pukul 10.57
7. Nurkasih Indah, B sulitomo Astrid and Tri rahayu , 2004. Volum: 60, Nomor: 3, Maret 2010 The Association between Nearwork and Myopia Among Female Shoe Stitchers at “X” Shoe Factory. Occupational Medicine Master Program, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Jakarta Opthalmology Department, Faculty of Medicine, University of Indonesia/ Cipto Mangunkusumo National Hospital, Jakarta
8. Goss DA. Nearwork and myopia (commentary). The Lancet. 2000;356:1456-7
9. American Optometric Association,2008
10. Susanto,S . 2010 http://eprints.undip.ac.id/29093/3/Bab_2.pdng
diakses tanggal 12 September 2015 pukul 23.00
11. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21550/4/Chapter%20II.pdf
dikses tanggal 12 September 2015 pukul 22.00
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar